Sabtu, 07 Mei 2011

PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN KATA

A. PENDAHULUAN



a. Latar Belakang
Kata adalah unsur bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut, kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah dari pembentukan kata.
Pemakaian kata secara tepat dalam kalimat merupakan ciri khas bahasa Indonesia ragam ilmiah. Kata-kata yang digunakan adalah kata yang bermakna tunggal dan denotatif. Kata yang bermakna tunggal digunakan untuk menghindari timbulnya berbagai penafsiran terhadap gagasan yang dikemukakan dalam kalimat. Yang dimaksud dengan kata denotatif adalah kata-kata yang mengandung makna sebenarnya tanpa dikaitkan dengan nilai rasa.
Untuk memperoleh ketepatan penggunaan kata dalam kalimat, penulis harus paham betul akan makna ataupun konsep yang terwakili dalam kata-kata yang dipilihnya. Dalam memilih kata yang tepat untuk suatu kalimat dibutuhkan pengetahuan tentang gagasan yang dikemukakan dalam kata itu. Di samping itu, pengetahuan tentang ciri-ciri kata benda, kata kerja, dan kata sifat harus pula kita miliki.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang mungkin akan muncul antara lain:
1. Bagaimanakah proses pembentukan dari sebuah kata?
2. Hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kata?
3. Masalah apa sajakah yang timbul dari pembentukan kata?

c. Tujuan
Tujuan yang dicapai dalam pembuatan makalah problematika pembentukan kata ini adalah:
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami tentang pembentukan kata.
2. Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis proses pembentukan kata.
3. Mahasiswa diharapkan mampu memecahkan persoalan atau masalah-masalah yang timbul dari pembentukan kata.

d. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah problematika pembentukan kata ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang proses pembentukan kata serta hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan kata. Setelah mengetahui tentang proses pembentukan kata yang benar, mahasiswa akan dapat memecahkan dan menyelesaikan persoalan terkait dengan masalah pembentukan kata.

B. LANDASAN TEORI

a. Tinjauan Pustaka
Makalah problematika pembentukan kata ini membahas tentang proses pembentukan kata yang terdiri dari tiga macam proses, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Afiksasi asalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur: (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Dalam makalah problematika pembentukan kata ini dibahas pula tentang pedoman atau acuan yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kata. Selain itu terdapat uraian atau penjelasan mengenai problem atau masalah-masalah yang timbul terkait dengan pembentukan kata.
b. Kerangka Pemikiran
Bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata disebut morfologi. Dalam bahasa Indonesia ada kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar disusun menjadi kata bentukan melalui tiga macam proses pembentukan, yaitu: (1) afiksasi atau pengimbuhan; (2) reduplikasi atau pengulangan; (3) komposisi atau pemajemukan. Kita juga sudah mengenal adanya imbuhan atau afiks yang meliputi prefiks atau awalan, sufiks atau akhiran, dan infiks atau sisipan.
Kata dasar dan kata-kata jadian (kata berimbuhan, kata berulang, dan kata majemuk), di satu pihak terdapat perbedaan dalam morfologinya, tetapi di pihak lain ada persamaannya dalam bidang fungsi dan arti (makna). Fungsi dari segala macam bentuk kata ini adalah secara langsung dapat membina sebuah kalimat. Di dalam bidang arti (makna) bahwa setiap kata itu mengandung ide tertentu.


C. PEMBAHASAN

Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini.
1. PEMBENTUKAN KATA
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.
a) Inflektif
Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konjugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan adjektif disebut deklinasi. Konjugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, diathesis, persona, jumlah, dan jenis. Sedangkan deklinasi biasanyaberkenaan dengan jumlah, jenis, dan kasus.
Hanya bentuknya saja yang berbeda, yang disesuaikan dengan kategori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional disebut paradigma infleksional.
Verhaar (1978), menyatakan bentuk-bentuk seperti membaca, dibaca, terbaca, kaubaca, dan bacalah adalah paradigma infleksional. Dengan kata lain, bentuk-bentuk tersebut merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas jeksikal yang sama. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya.
b) Derivatif
Pembentukan kata secara infektif, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.


2. PROSES MORFEMIS
a) Afiksasi
Afiksasi asalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur: (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa Indonesia; atau go, write, sing, dan like dalam bahasa Inggris.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur, un- pada kata Inggris unhappy dan pan- pada kata Tagalog panulat ‘alat tulis’. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, misalnya infiks -el- pada kata telunjuk, dan -er- pada kata seruling, dalam bahasa Sunda -ar- pada kata barudak dan tarahu. Dalam bahasa Sunda, infiks ini cukup produktif, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak produktif.
Yang dimaksud sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia, sufiks -an pada kata bagian, dan sufiks -kan pada kata bagikan. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Ada konfiks per-/-an seperti pada kata pertemuan, konfiks ke-/-an seperti pada kata keterangan, dan konfiks ber-/-an seperti padda kata berciuman. Yang dimaksud dengan interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur.

Afiks yang Umum
Prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
Sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
Konfiks: ke – an, ber – an, pe – an, peng – an, peny – an, pem – an, per – an, se – nya
Infiks: -el-, -er-, -em-, -in-, -ah-
Awalan dalam bahasa asing: a-, ab-, an-, anti-, i-, in-, non-, tuna-, eka-, eks-, ekstra, intra-, kontra, panca-, pasca-, pra-, pro-, purna-, semi-, sub-, super-, swa-
Akhiran dalam bahasa asing: -a, -i, at-, -in, -gara, -gari, -is, -(is)asi, -isme, -log, -logi, -man, -wan, -wati, -tas, -tor, -us

Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari beberapa afiks yang telah disebutkan di atas:
ber- : Menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks “ber-“ adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks “ber-“ mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris.
me-, meng-, menge-, meny-, mem- : Menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif dimana focus utama dalam kalimat adalah pelaku bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks “me-“. Prefiks “me-“ menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks “di-“ menunjukkan tindakan pasif, dimana tindakan atau obyek tindakan adalah focus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya.
ter- : Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah).
2) Jika menambahkan ke kata dasar yang buka adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya, aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.
se- : Menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris).
2) Untuk menyatakan seluruh atau segenap.
3) Untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan.
4) Untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu.
-an : Menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrument, pesawat, dan sebagainya.
-i : Menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut. Sufiks ini pun menujukkan dimana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan.
-kan : Menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian dalam kalimat.
-kah : Menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
-lah : Sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dalam Bahasa Indonesia. Konfiks ini adalah untuk:
1) Membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar.
2) Membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal.
3) Membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan.
4) Membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan.
pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : Penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat.
per-an : Menambah konfiks ini akan menghasilakn sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik.
se-nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbial yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).
-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. Contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently.
-nya, -ku, -mu : Satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dalam Bahasa Indonesia. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan, dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita.

Aplikasi Afiks
Prefiks
ber- :
• Semua huruf kata awal tetap. Contoh: asal  berasal, bagi  berbagi
• Untuk kata awal a diubah menjadi bel. Contoh: ajar  belajar
di- :
• Semua huruf kata awal tetap. Contoh: panggil  dipanggil, suruh  disuruh
ke- :
• Semua huruf kata awal tetap
ku-, kau- :
• Merupakan kependekan dari “aku me-“ atau “engkau me-“
me- :
• Untuk kata awal l, m, n, r tetap. Contoh: lebar melebar, mandi  memandi, nanti  menanti, rasa  merasa
• Untuk kata awal a, e, g, h, i, o, u maka diubah menjadi meng-. Contoh: ambil  mengambil, embun  mengembun, gasak  menggasak, hasil  menghasil, ikat  mengikat, operasi mengoperasi, utus  mengutus
• Untuk kata awal k maka kata awal dileburkan dan diubah menjadi meng-. Contoh: kantuk  mengantuk
• Untuk kata awal b, f maka diubah menjadi mem-. Contoh: bantu  membantu, fasilitas  memfasilitasi
• Untuk kata awal p maka kata awal dileburkan dan diubah menjadi mem-. Contoh: panggil  memanggil
• Untuk kata awal d, j maka diubah menjadi men-. Contoh: tanda  menanda
• Untuk kata awal s maka kata awal dileburkan dan diubah menjadi meny-. Contoh: sapu  menyapu

Sisipan
Sisipan -el-:
• Tunjuk  telunjuk
• Patuk  pelatuk
• Gembung  gelembung
• Tapak  telapak
• Gigi  geligi
• Luhur  leluhur
Sisipan -er-:
• Sabut  serabut
• Suling  seruling
• Gigi  gerigi
• Kudung  kerudung
• Runtuh  reruntuh(an)
• Cerita  ceritera
Sisipan -em-:
• Kuning  kemuning
• Kelut  kemelut
• Kilau  kemilau
• Gilang  gemilang
• Turun  temurun
Bedakan dengan kata berawalan “p” yang dilekati awalan “pe-“ yang keduanya luluh menjadi “pem-“, misalnya “pemimpin” bukan “pimpin” yang diberi infiks “-em-“ melainkan “pimpin” yang diberi awalan “pe-“.
Sisipan -in-:
• Kerja  kinerja
• Sambung  sinambung
• Tambah  tinambah
Sisipan -ah-:
• Bagian  bahagian
• Baru  baharu
• Basa  bahasa
• Cari  cahari (dalam “mata pencaharian”)
• Dulu  dahulu
• Rayu  rahayu
• Saja  sahaja
• Saya  sahaya (dalam “hamba sahaya”)
• Asmaradana  asmaradahana
Dikarenakan tidak ada suatu daftar kata-kata yang dapat diimbuhi infiks, maka diperlukan pengetahuan kosakata bahasa Indonesia untuk misalnya membedakan bahwa kata “keledai” bukanlah kata “kedai” yang diberi sisipan “-el-“.

Imbuhan dari Bahasa Asing
Yang perlu kita pelajari ialah adanya imbuhan yang berasal dari bahasa asing yang kadang juga dikenakan pada kata dasar bahasa Indonesia. Kata-kata asing yang diserap dalam bahasa Indonesia itu pada dasarnya kita pandang sebagai kata dasar. Namun demikian bentuk-bentuk kata asing itu bermacam-macam, sehingga memungkinkan kita untuk menganalisis bentuk-bentuk tersebut dan menemukan awalan atau akhirannya. Kita mengenal kata-kata objek, objektif, objektivitas, objektivisme, objektivisasi. Dari bentuk tersebut kita menemukan kata dasar objek, akhiran –if, itas, -isme, -isasi. Di samping kata moral atau sosial kita kenal adanya amoral, atau asosial. Di samping kata evaluasi kita mengenal devaluasi, di samping regulasi kita mengenal deregulasi, di samping harmoni kita mengenal disharmoni, di samping integrasi kita mengenal disintegrasi. Demikianlah kita mengenal adanya awalan a-, de-, dis-.
1. Awalan
Awalan-awalan pada kata-kata serapan yang disadari adanya, juga oleh penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:
a. a- seperti pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti ‘tidak’ atau ‘tidak ber’;
b. anti- seperti pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat yang artinya ‘melawan’ atau ‘bertentangan dengan’;
c. bi- misalnya pada bilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya ‘dua’;
d. de- seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi, deregulasi. Awalan ini artinya ‘meniadakan’ atau ‘menghilangkan’;
e. eks- seperti pada eks-prajurit, eks-presiden, eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan ini artinya ‘bekas’ yang sekarang dinyatakan dengan kata ‘mantan’.
f. ekstra- seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial, ekstra linguistic, kadang juga dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati. Awalan ini artinya ‘tambah’, ‘diluar’, atau ‘sangat’;
g. hiper- misalnya pada hipertensi, hiperseksual, hipersensitif. Awalan ini artinya ‘lebih’ atau ‘sangat’;
h. in- misalnya pada kata inkonvensional, inaktif, intransitive. Awalan ini artinya ‘tidak’;
i. infra- misalnya pada infrastruktur, inframerah, infrasonic. Awalan ini artinya ‘di tengah’;
j. intra- misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler. Awalan ini artinya ‘di dalam’;
k. inter- misalnya interdental, internasional, interisuler, yang biasa di Indonesiakan dengan antar-;
l. ko- misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot, kopromotor. Awalan ini artinya ‘bersama-sama’ atau ‘beserta’;
m. kontra- misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini artinya ‘berlawanan’ atau ‘menentang’;
n. makro- misalnya pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini artinya ‘besar’ atau ‘dalam arti luas’;
o. mikro- seperti pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya ‘kecil’ atau ‘renik’;
p. multi- seperti pada multipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual. Awalan ini artinya ‘banyak’;
q. neo- seperti pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya ‘baru’;
r. non- seperti pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini artinya ‘bukan’ atau ‘tidak ber-‘.
2. Akhiran
Pada kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia kita jumpai akhiran-akhiran seperti berikut:
a. –al misalnya pada actual, structural, emosional, intelektual. Kata-kata yang berakhiran –al ini tergolong kata sifat;
b. –asi/isasi misalnya pada afiksasi, konfirmasi, nasionalisasi, kaderisasi, komputerisasi. Akhiran tersebut menyatakan ‘proses menjadikan’ atau ‘penambahan’;
c. –asme misalnya pada pleonasme, aktualisme, sarkasme, antusiasme. Akhiran ini menyatakan kata benda;
d. –er seperti pada primer, sekunder, arbitrer, elementer. Akhiran ini menyatakan sifat;
e. –et seperti pada operet, mayoret, sigaret, novelete. Akhiran ini menyatakan pengertian ‘kecil’. Jadi operet itu ‘opera kecil’, novelet itu ‘novel kecil’;
f. –i/wi/iah misalnya pada hakiki, maknawi, asasi, asali, duniawi, gerejani, insani, harfiah, unsuriyah, wujudiyah. Akhiran-akhiran ini menyatakan sifat;
g. –if misalnya pada aktif, transitif, obyektif, agentif, naratif. Akhiran ini menyatakan sifat;
h. –ik 1 seperti pada linguistic, statistic, semantic, dedaktik. Akhiran ini menyatakan ‘benda’ dalam arti ‘bidang ilmu’;
-ik 2 seperti pada spesifik, unik, karakteristik, fanatic, otentik. Akhiran ini menyatakan sifat;
a. -il seperti pada idiil, materiil, moril. Akhiran ini menyatakan sifat. Pada kata-kata lain kata-kata ini diganti dengan –al;
b. –is 1 pada kata praktis, ekonomis, yuridis, praktis, legendaries, apatis. Akhiran ini menyatakan sifat;
-is 2 pada kata ateis, novelis, sukarnois, Marxis, prosaic, esei. Akhiran ini menyatakan orang yang mempunyai faham seperti disebut dalam kata dasar, atau orang yang ahli menulis dalam bentuk seperti yang disebut di dalam kata dasar;
a. -isme seperti pada nasionalisme, patriotisme, Hinduisme, bapakisme. Isme artinya ‘faham’;
b. –logi seperti pada filologi, sosiologi, etimologi, kelirumologi, -logi artinya ‘ilmu’;
c. –ir seperti pada mariner, avonturir, banker. Akhiran ini menyatakan orang yang bekerja pada bidang atau orang yang mempunyai kegemaran ber-;
d. –or seperti pada editor, operator, deklamator, noderator. Akhiran ini artinya orang yang bertindak sebagai orang yang mempunyai kepandaian seperti yang tersebut pada kata dasar;
e. –ur seperti pada donator, redaktur, kondektur, debitur, direktur. Akhiran ini seperti yang di atas menyatakan agentif atau pelaku;
f. –itas seperti pada aktualitas, objektivitas, universitas, produktivitas. Akhiran ini menyatakan benda

Kesalahan Penggunaan Afiks
Kesalahan penggunaan afiks yang ditemukan cukup beragam. Ada banyak ketidaktepatan dalam menentukan afiks yang akan digunakan dalam proses verbalisasi maupun nominalisasi. Afiks - afiks tersebut sering digunakan terbalik-balik, misalnya seharusnya memakai afiks me- tetapi menggunakan afiks ber- dan demikian pula sebaliknya. Ketidaktepatan tersebut akan berakibat tidak tepatnya sense kalimat yang dibentuk dan bergesernya arti kalimat tersebut.
Contoh kesalahan-kesalahan penggunaan afiks:
(1) Saya nikmat perjalan di Indonesia.
(2) Kalau orang tua perceraian, anaknya sering tinggal dengan ibunya.
(3) Ketika saya membaca tentang perkelahian pelajar, saya mengherankan.
(4) Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya tahu bagaimana batik membuat menggunakan dua cara, batik cap dan batik tulis tangan.
(5) Di Inggris guru-guru harus beruniversitas untuk tiga tahun kemudian mereka harus pergi ke mengajar TCC (teacher training college) untuk satu tahun.
(6) Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan menarik di Agama Islam.
(7) Untuk menulis presentasi ini, saya dibicara dengan tiga orang.
(8) Mungkin mayoritas orang Indonesia merasa kecemburuan kepada orang asing.
(9) Dia menyuruh Kunto menyanyakan polisi.
(10) Dalam karangan ini saya akan membicara tentang perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jaaawa dan di Inggris.
Alternatif pembenarannya:
(1) Saya menikmati perjalanan di Indonesia.
(2) Kalau orang tua bercerai, anak-anaknya sering tinggal bersama ibunya.
(3) Ketika saya membaca berita tentang perkelahian pelajar, saya heran.
(4) Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya mengetahui cara membuat batik yang menghasilkan dua jenis batik, batik cap dan batik tulis tangan.
(5) Di Inggris, guru-guru harus belajar di universitas selama tiga tahun kemudian mereka harus belajar di TCC (Teacher Training College) selama satu tahun.
(6) Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan ketertarikannya pada Agama Islam.
(7) Untuk menulis presentasi ini, saya berbicara dengan tiga orang.
(8) Mayoritas orang Indonesia merasa cemburu kepada orang asing.
(9) Dia menyuruh Kunto bertanya kepada polisi.
(10) Dalam karangan ini, saya akan membicarakan perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jawa dengan keluarga di Inggris.
b) Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
Bahasa Jawa dan bahasa Sunda, istilah-istilah itu adalah (a) dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki dan mlaku-mlaku “berjalan-jalan”, (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, langak-longok, dan mondar-mandir, (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lelaki, peparu, dan pepatah, (d) dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan “selalu tertawa” yang terbentuk dari cenges “tertawa”, dan (e) trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti “banyak meja” dan kecil-kecil yang berarti “banyak yang kecil”. Yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari dasar laba dan pura-pura dari dasar pura.
Khusus mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan, yakni:
Pertama, bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat kabar yang menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar.
Kedua, bentuk reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin: (1) proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter; (2) proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
Ketiga, pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang) contoh yang reduplikasi penuh, dan surat-surat kabar serta rumah-rumah sakit (dasarnya surat kabar dan rumah sakit) contoh untuk reduplikasi persial.
Keempat, banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karena itu, munculnya bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantis, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur, luluh, dan alim ulama.
Keenam, dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang, tua renta, dan segar bugar di satu pihak; pada pihak lain ada bentuk-bentuk seperti mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit, yang wujud bentuknya perlu dipersoalkan.

c) Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. Hal ini dapat dipahami, karena dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak sekali memerlukan kosakata untuk menampung konsep-konsep yang belum ada kosakatanya atau istilahnya dalam bahasa Indonesia. Produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menumbulkan berbagai masalah dan berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan makna yang berbeda-beda. Masalah-masalah itu antara lain masalah kata majemuk aneksi dan frase.
Para ahli tata bahasa tradisional, seperti Sutan Takdir Alisjahbana (1953), yang berpendapat bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan makna unsur-unsurnya.
Kelompok linguis lain, yang berpijak pada tata bahasa structural menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk, kalau di antara unsur-unsur pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak komposisi itu. Bisa juga suatu komposisi disebut kata majemuk kalau unsur-unsurnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya.
Ada lagi kelompok lain yang membandingkan dengan kata majemuk dalam bahasa-bahasa barat. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata majemuk dan bukan kata majemuk berbeda dalam hal adanya tekanan. Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas leksikal unsur-unsurnya.
Verhaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis. Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata, kata majemuk harus dibedakan dari idiom sebab kata majemuk adalah konsep sintaksis, sedangkan idiom adalah konsep semantis.
Banyak sekali lema yang dibentuk melalui proses pemajemukan dalam bahasa Indonesia, contohnya: rumah sakit, terima kasih, dan lain-lain.
Yang menarik adalah meskipun EYD telah mengatur dengan cukup jelas tata cara penulisan gabungan kata, masih banyak ditemukan kesalahan yang dilakukan pengguna bahasa Indonesia dalam menuliskan kata majemuk. Prinsip ringkas penulisan kata gabungan adalah:
1. Ditulis terpisah antar unsurnya. Contoh: darah daging.
2. Boleh diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian dan menghindari salah pengertian. Contoh: orang-tua muda.
3. Ditulis terpisah jika hanya diberi awalan atau akhiran. Contoh: berterima kasih.
4. Ditulis serangkai jika sekaligus diberi awalan dan akhiran. Contoh: menyebarluaskan.
5. Ditulis serangkai untuk beberapa lama yang telah ditentukan. Contohnya: manakala, kilometer.

d) Konversi, Modifikasi, Internal dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.
Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.

e) Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman), l (utuhnya liter), hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan), dan SD (utuhnya Sekolah Dasar).
Penggalan adalah kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipendekkan itu. Misalnya, lab, atau labo dari laboratorium, dok dari bentuk utuh dokter, dan perpus dari bentuk utuh perpustakaan. Yang dimaksud dengan singkatan adalah hasil proses pemendekan.
(a) Pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari gabungan. Misalnya: l (liter), R (radius), H. (haji), kg (kilogram), km (kilometer), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan UI (Universitas Indonesia).
(b) Pengekalan beberapa huruf dari sebuah leksem. Misalnya: hlm (halaman), dng (dengan), rhs (rahasia), dan bhs (bahasa).
(c) Pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk pengganti huruf yang sama. Misalnya: P3 (Partai Persatuan Pembangunan), P4 ( Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila). LP2P (Laporan Pajak-pajak Pribadi), dan P3AB (Proyek Percepatan Pengadaan Air Bersih).
(d) Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah leksem. Misalnya: As (asisten), Ny. (Nyonya), Okt (Oktober), Abd (Abdul), dan purn (purnawirawan).
(e) Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah leksem. Misalnya: Ir (insinyur), Fa (Firma), Jo (juncto), dan Pa (perwira).
Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga secara tak beraturan.
Pemendekan merupakan proses yang cukup produktif, dan terdapat hampir pada semua bahasa. Produktifnya proses pemendekan ini adalah karena keinginan untuk menghemat tempat (tulisan), tentu juga ucapan. Dalam bahasa Indonesia, pemendekan ini menjadi sangat produktif karena bahasa Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik.
Keproduktifan pemendekan ini dalam bahasa Indonesia tampak juga dari adanya bentuk yang sudah merupakan hasil pemendekan dipendekkan lagi karena bentuk yang sudah merupakan kependekan itu diberi deskripsi lagi, sehingga menjadi bentuk yang cukup panjang, dan karena itu perlu dipendekkan lagi.

f) Produktivitas Proses Morfemis
Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau paradigmatis karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif. Proses inflektif bersifat tertutup.
Proses derivasi bersifat terbuka. Artinya penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses tersebut. Proses derivasi adalah produktif, sedangkan proses infleksi tidak produktif. Namun, perlu diketahui keproduktifan proses derivasi ini, dan penambahan alternant-alternan baru pada daftar derivasional, dibatasi oleh kaidah-kaidah yang sudah ada. Misalnya pembentukan kata baru dengan prefiks memper- terbatas pada dasar adjectival dan dasar numeral dan tidak dapat ada dasar verbal.
Selain itu perlu juga diperhatikan, meskipun kaidah mengizinkan untuk terbentuknya suatu kata, namun dalam kenyataan berbahasa bentuk-bentuk tersebut tidak terdapat. Fenomena ini terjadi karena adanya bentuk lain yang menyebabkan tidak adanya bentuk yang dianggap seharusnya ada.
Dalam bahasa Indonesia yang ada tampaknya bukan kasus bloking, melainkan “persaingan” antara kata derivatif dengan bentuk atau konstruksi frase yang menyatakan bentuk dasar dengan maknanya.
Bentuk-bentuk yang menurut kaidah gramatikal dimungkinkan keberadaannya, tetapi ternyata tidak pernah ada, seperti mencantikkan dan memisau disebut bentuk yang potensial yang pada suatu saat kelak mungkin dapat muncul. Sedangkan bentuk-bentuk yang nyata ada, seperti bentuk menjelekkan dan bersepeda disebut bentuk-bentuk aktual.










D. PENUTUP


a. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah problematika pembentukan kata ini adalah:
1. Pembentukan kata mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.
2. Afiksasi asalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.
3. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur.
4. Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
5. Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
6. Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.
7. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.
8. Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
b. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, saran yang dapat saya berikan adalah:
1. Perlunya pemahaman yang lebih mendalam terhadap proses pembentukan kata.
2. Perlu adanya batasan-batasan yang jelas mengenai materi yang termasuk dalam pembentukan kata.
3. Dibutuhkan banyak referensi, baik dari buku, internet, maupun surat kabar.


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Moeliono, Anton M. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ivan Lanin. Pembentukan Kata. http://ivanlanin.wordpress.com. 19 Oktober 2010.
Wikipedia. Sisipan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sisipan. 19 Oktober 2010.
Wikipedia. Akhiran. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhiran. 19 Oktober 2010.
Muhammad Ridwan Setiawan. Masalah Kata. http://makalahkumakalahmu.wordpress.com. 19 Oktober 2010.
Susilo Adi Setyawan. Yang Ditahu Untukmu: Pembentukan Kata. http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.wordpress.com. 19 Oktober 2010.
Dwi Purnanto. Peranan Leksem dan Kata dalam Studi Morfologi. http//dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/. 19 Oktober 2010.

2 komentar:

  1. keren...!!!
    g banyak yg mnjelaskn tntng pmbentukn kata yg msacam ini....
    klo negara sadar,,, hal yg smacam ni sharus dpt pnghargaan atas prestasi yg tlh trbukti diatas...
    mudah2n ilmu jenengn lbh brtambah n brmanfaat lg. amin...

    BalasHapus